Minggu, 15 Maret 2009

...out of the blue

Di manakah aku? Itulah pertanyaan yang pertama
—Samuel Beckett, The Unnamable

Gurun kami tak terbatas, hati dan jiwa kami tak
terbendung
Dunia dalam dunia mengambil wujud-Nya, yang
manakah wujud kita?
Saat kau lihat sebutir kepala menggelinding menuju
lahan kita,
Tanyalah, tanyalah, rahasia hati:
karna darinyalah misteri tersembunyi akan
kauketahui

—Jalaluddin Rumi




Dan semua begitu biru dalam dekapan, adakah
satu getaran kau rasakan di dalam
hatimu?

—Zanrzq


Semalam aku melihat malaikat mengetuk pintu kedai,
Mereka mengepal tanah liat Adam dan membentuknya
menjadi cangkir.
Mereka yang hidup dalam selubung dan memburu
perlindungan Surga
Minumlah anggur yang keras bersamaku, pengemis
pengelana.

—Hafez






Lihatlah sebentar saja
maka kau akan mengerti:

Biru bukanlah warna
melainkan dalamnya
tak akan tertempuh oleh jarak

—Mohammad B. Mur’ah, Kakilangit Sastra pelajar







Sehabis masa yang dua-puluh itu kau
guncangkan lagi tubuhku:

Lelah, lelah kataku, tetapi dengan pena
yang sama kau goreskan sehelai senyum
itu padaku

—Zanrzq





Bersyukurlah akan ketidak-sempurnaanmu
Berhati-hatilah dalam kelengkapanmu
Sesungguhnya:

setiap langit ada atapnya,
setiap telaga ada dasarnya

—Parnami Azmi, Kakilangit Sastra pelajar





Seperti perumpamaan cinta yang
mengikat waktu dengan tatapannya:

Mendekatlah...
segera kugenggam tangan halusmu
bersama kita melukis langit pagi yang indah
—Zanrzq






Perasaan apakah ini?
Meniup dingin
Seketika meluap panas

Perasaan apakah ini?
Menghindar saat berada
Mengharap saat tiada

Perasaan apakah ini?
Ingin menghindar dan menjauhimu
Membayang dan melamunkanmu

Perasaan apakah ini?

—S. Nur komariyah, Kakilangit Sastra pelajar




Begitu mudah tersesat di dalam bayangmu
menghirup nafas aura tubuhmu
memindai cahaya khayalmu..

Adakah satu kerinduan tlah kau siapkan
untukku?

—Zanrzq









Minumlah hingga seluruh belitan sorbanmu terlepas
Minumlah hingga rumah terjungkir seperti dunia

—Hafez






Yang jelas malam ini, aku sedang menikmati anugerah cinta.
Benar-benar menikmati. Memandangmu, menyusun seribu nyali
hanya untuk mengucapkan kata yang abadi berabad-abad:
"Aku cinta padamu."

Sungguh! Aku ke sini bukan untuk berdebat

—Noer Giyanto, Kakilangit Sastra pelajar




Kemarin aku melihat segaris pelangi berputar-putar dengan
ceria di pelataran rumahku, segera ku tutup payung jinggaku karna
hujan sudah lama reda dan kulepas bayang topiku selagi pendar
cahaya mentari di langit biru sana masih tenang membuat
punggung rapuhku terduduk santai sejenak menatap ke atas
begitu indahnya pagi ini

Anak-anak berkumis sibuk bermain cahaya ceria dibawah cuaca
sibuknya pagi ini, tapi aku tiada peduli dengan sepatu dan tas atau
bis sekolah yang sedari tadi berisik klakson memanggil segera naik
katanya, aku masih hampa duduk dimana rumput basah setia menemani
tubuhku sementara embun pagi yang sejuk mulai tertawa dan kusapa
indahnya pagi ini

Semut merah kecil mencari sesuatu di balik sepatuku coklat
lumpur yang menempel dipinggirnya terlepas satu
per satu kuamati mereka yang berjalan di depan rumahku
terburu-buru menggapai jam masuk sekolah, tapi mataku
hanya tertuju padamu, ya, kamu yang selalu berlalu tanpa
pernah menyadari ada seorang puisi yang mendamba
indahnya ruang hatimu

Sial, bayangmu selalu menghantui pagiku mengukir khayalku
dengan senyum hangatmu selalu begitu, tak pernah aku
genggam tangan halusmu karena jangankan untuk itu hanya
mengucapkan sepatah kata saja aku tak mampu, entah kenapa
tanyaku pada langit pagi dan bilang, kau tak pantas untuknya
apalah artinya kau ini hanya kerikil kecil tak berarti dimana
adamu tiada satupun yang peduli

Gusar, kutinggalkan mereka lalu tanpa suara kuikuti kau wahai
cinta dari belakang mengendap-endap di balik tiang jeruji
pagar jiwamu merasakan damainya hatimu terangkai menjadi
satu bait puisi di setiap helai rambut indahmu yang dimainkan
cahaya sehingga tanpa sadar aku melayang jauh, jauh sekali
lagi kusadari gerak langkahku tersipu malu saat kau berpaling
menatap mataku

Tiba-tiba waktu terhenti menatap suaranya yang lembut memanggil
namaku, terdiam melihat senyum hangatmu yang menghanyutkan hati
dan khayalku, untuk sesaat kumerasa sedang berada di surga karna
seorang bidadari tlah membuatku terpesona, terpujilah Tuhan yang telah
menciptakan makhlukNya begitu sempurna tatapan matamu menyejukkan
menjelaskan itu semua

Terpaku, terdiam, membisu ku lelah menunggu di sini, segera
kuraih lembut tanganmu, kau terkejut tetapi rona merah pipimu
membiarkan kasih membawamu masuk jauh ke dalam duniaku
yang sederhana namun penuh kedamaian, tinggalkan semua tas buku
atau jadwal fisika hari ini, siapkan segenggam tawa dalam sakumu segera
tulis semua keinginanmu dan masukkan ke kotak imajinasiku, genggam
erat tanganku, berlarilah bersamaku, masuklah ke dalam taman hatiku
telah kusiapkan hanya untukmu, sementara sayap kupu-kupu ceria
menyambut kedatangan kita

Duduklah disampingku, temani pagi indahku, kemarikan
hatimu dan segera kuisi satu ruang hampa di sana dengan tensi
cinta yang begitu indah, begitu meresap ke dalam relung jiwamu
membuka tabir kesendirian yang selalu menyelimutimu, dengarlah
suara dari dasar hatiku ini, karna ku ingin kau tahu

Aku selalu ada untukmu

Hanya untukmu

—Zanrzq




Lihatlah dirimu di kolam kaca
Kau takkan berarti tanpa
Seseorang yang mencintai

—Riyawati, Kakilangit Sastra pelajar



Penyanyi itu telah mengenakan jas birunya
Kali terakhir menatap dirinya pada kaca
Semakin lama kita ngembara dalam puisi
Mana tanganmu, siapa tak terbawa jauh sekali

—Taufiq Ismail

Tidak ada komentar: